Indonesia dan Malaysia Serumpun? Jangan Salah Paham!


Indonesia dan Malaysia Serumpun? Jangan Salah Paham!

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Indonesia dan Malaysia adalah dua negara di Asia Tenggara yang terkenal memiliki banyak kesamaan budaya, baik dari perilaku masyarakat masing-masing negara maupun seni warisan leluhurnya. Hal ini didasari dengan adanya populasi etnis Melayu dan Dayak yang besar di kedua negara Indonesia dan Malaysia. Selain itu, kehadiran beberapa etnis lainnya di negara Malaysia saat ini seperti Jawa, Minangkabau, Banjar, Bugis dan lainnya, turut mempererat hubungan kedua negara ini. Sehingga, tidak sedikit oknum yang mengungkapkan bahwa Indonesia dan Malaysia adalah dua negara yang serumpun. Namun setiap adanya sesuatu hal yang didukung, pasti ada pula yang menentangnya. Terdapat juga golongan yang menolak ungkapan bahwa kita serumpun. Hal ini pasti membuat kita tertanya-tanya, apakah Indonesia dan Malaysia benar-benar serumpun? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita sama-sama baca artikel ini hingga selesai yang berisi mengenai pandangan sang penulis sendiri.

Negara Melayu

Peta daerah-daerah yang dihuni oleh penutur bahasa Melayik yang terbentang di pesisir timur Sumatera, Semenanjung Melayu, pesisir barat Kalimantan, serta Jakarta dan kepulauan di sekitarnya

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut sensus tahun 2020, Indonesia memiliki populasi lebih dari 270,000,000 penduduk. Sedangkan Malaysia,memiliki populasi lebih dari 32,000,000 penduduk. Seperti mana yang kita ketahui, Malaysia adalah negara yang dominan Melayu dengan kentalnya eksistensi budaya Melayu di sana, bahkan terdapat juga sultan-sultan Melayu yang bertahta sesuai adat. Jumlahnya di sana kira-kira sebanyak 15 juta jiwa dengan persentase sebesar 60% dari keseluruhan penduduknya. 

Di Indonesia pula, eksistensi orang Melayu juga tidak kalah banyak. Jika kita menggunakan istilah Melayu yang paling luas bagi sistem klasifikasi suku di Indonesia, maka Melayu berada di posisi ketiga terbesar setelah etnis Jawa dan Sunda, dengan populasi sebesar 8,7 juta jiwa. Orang-orang Melayu Indonesia menempati wilayah Sumatera terutama bagian pesisir timur yang meliputi provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan, wilayah pesisir barat provinsi Kalimantan Barat, provinsi Kepulauan Riau serta Bangka Belitung.

Hal yang tidak bisa dipungkiri adalah betapa besarnya pengaruh Melayu di Nusantara. Sebut saja Bahasa Indonesia yang berakar dari Bahasa Melayu sesuai hasil keputusan Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928. Jika kita tinjau kembali sejarah, maka bahasa yang paling dominan di Nusantara usai kejatuhan Majapahit adalah Bahasa Melayu, yang digunakan sebagai bahasa perdagangan, diplomasi hingga penyebaran Islam. Secara tidak langsung, terdapat beberapa wilayah di luar Tanah Melayu (Sumatera dan Semenanjung) yang kemudian mengadopsi bahasa dan kebudayaan Melayu seperti Betawi dan Banjar. Etnis Minangkabau yang mendiami Sumatera Barat juga masih mempunyai bahasa yang berkerabat dekat dengan Bahasa Melayu. Sehingga dari sisi linguistik, orang Melayu, Minang, Banjar, Betawi dan lainnya bersatu di bawah nama Rumpun Melayik/Melayu. Beginilah salah satu sebab besar kenapa Malaysia dan Indonesia, termasuklah Patani (selatan Thailand), Singapura dan Brunei dikatakan serumpun.

Tidak, Melayu Bukan Penentu Keserumpunan Kita!

Begitulah argumen yang dilontarkan oleh para oposisi yang menolak menyetujui keserumpunan Malaysia-Indonesia. Tapi jangan langsung menuduh bahwa mereka adalah pemecah belah persaudaraan Malindo! Justru, orang-orang berpendidikan yang berpendapat seperti itu. Misalnya sejarawan nasional yaitu Dr. Anhar Gonggong dalam seminarnya di  Universitas Paramadina tahun 2012 silam. Dilansir dari situs kompas.com, beliau berargumen seperti ini ;

"Serumpun apanya? Dalam bidang suku dan budaya, Malaysia tidak ada kaitannya sama sekali dengan budaya Papua, Flores, maupun budaya lainnya yang ada di Indonesia. Indonesia lebih luas, hebat, dan beragam!"

Memang, harus diakui bahwa sang sejarawan tersebut telah memberi sebuah argumen yang sungguh kritis. Kata-katanya benar, bahwa Indonesia jauh lebih besar dari Malaysia dari segi etnologi. Sumatera tentu memiliki kesamaan yang paling besar, Kalimantan juga yang disatukan oleh pulau yang sama. Jawa dan Sulawesi? Memandang bahwa tak sedikit keturunan Jawa dan Bugis yang ada di Malaysia, maka masih bisa dibenarkan meski dari sisi linguistik, baik bahasa Melayu, Jawa, maupun Bugis tidak memiliki persamaan. Bagaimana pula dengan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua? Apakah mereka memiliki kemiripan dengan Melayu? Tentu saja tidak! Dari sini bisa kita tarik kesimpulan bahwa menyerumpunkan Malaysia dan Indonesia hanya atas nama Melayu adalah hal yang salah.

Arti Serumpun Yang Sesungguhnya

Sebelum kita cepat-cepat menyimpulkan bahwa Indonesia tidak serumpun dengan Malaysia, mari kita cari tahu arti sesungguhnya dari kata serumpun sendiri. Perkataan serumpun berasal dari perkataan dasar 'rumpun'. Apabila kita merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), maka dari sisi antropologis perkataan rumpun berarti golongan besar bangsa (bahasa) yang sama asal dan jenisnya, serta orang-orang yang seketurunan sama nenek moyangnya. Sedangkan rumpun bahasa berarti kelompok bahasa yang tumbuhnya bersama-sama dan bermula dari bahasa yang sama. Untuk perkataan serumpun pula memiliki pengertian yaitu: satu nenek moyang; satu keturunan; serta sekumpulan (sekelompok) yang berasal dari satu induk (tentang tumbuhan, bahasa).

Perbedaan etnis-etnis di bumi Nusantara ini tentu tidaklah wujud begitu saja sejak kemunculan manusia-manusia pertama di dunia ini. Sejak manusia pertama diturunkan ke bumi, keturunan-keturunan mereka telah menyebar ke seluruh penjuru muka bumi dan mendirikan peradaban-peradabannya masing-masing sesuai dengan kondisi tempat tinggal mereka seperti cuaca, jenis tumbuhan, hewan liar dan sebagainya. Kembali ke topik awal, meski orang-orang di Nusantara ini berbeda-beda, namun melalui hasil penelitian berbagai sejarawan, antropolog serta linguis, maka disepakati bahwa wilayah ini didominasi oleh satu keluarga linguistik besar yang dikenal sebagai Austronesia.

Dari sisi lingustik, Teori Out Of Taiwan yang paling disetujui oleh kalangan ilmuan yang paling akurat dalam menjelaskan asal usul bahasa-bahasa kita, yaitu dari Pulau Formosa (Taiwan). Migrasi para penutur bahasa bahasa Austronesia diperkirakan telah berlaku sejak 3000 tahun sebelum masehi, apabila mereka menuju ke Kepulauan Melayu, hingga ke Kepulauan Pasifik. Istilah "rumpun" atau "keluarga" biasanya dapat digunakan untuk sekelompok bahasa yang terbentuk sekitar 2,500-5,000 tahun lalu. Sesuai dengan rintang waktu kelahiran bahasa Austronesia, maka serumpunlah negara-negara yang bertutur menggunakan bahasa-bahasa Austronesia seperti Malaysia, Indonesia, Filipina, hingga ke kepulauan Pasifik serta Selandia Baru (suku Maori).

Peta penyebaran bahasa-bahasa Austronesia yang berasal dari Taiwan, meluas ke kepulauan Asia Tenggara, Madagaskar, Selandia Baru, hingga kepulauan Pasifik
Peta penyebaran bahasa-bahasa Austronesia

Bahasa berperan sebagai salah satu unsur pembatas etnisitas, seperti orang Melayu menuturkan bahasa Melayu, orang Jawa menuturkan bahasa Jawa, orang Bugis menuturkan bahasa Bugis, serta padanan etnis-etnis beserta bahasanya masing-masing yang lain. Sehingga jika sesebuah bahasa memiliki kekerabatan antara satu sama lain, maka dapat dipastikan bahwa kelompok penutur tersebut memiliki ikatan genetik. Hal ini sejalan dengan pernyataan sastrawan Indonesia yaitu Sutan Takdir Alisjahbana dalam pembicaraannya di Universiti Sains Malaysia pada Juli tahun 1987 seperti berikut:

“…menggelar bangsa berkulit coklat yang hidup di Asia Tenggara, yaitu selatan Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, dan selatan Filipina sebagai bangsa Melayu (Austronesia) yang berasal daripada rumpun bangsa yang satu”

Berbicara soal hubungan genetik, Teori Out or Taiwan masih dipersoalkan dan dibandingkan dengan teori lainnya seperti Teori Yunan dan Teori Sundaland (Nusantara) jika mengacu pada asal usul bangsa kita, bukan sekadar bahasanya saja. Salah satunya adalah berdasarkan sebuah riset yang dilakukan lebih 90 ilmuan dari konsorsium Pan-Asian SNP (Single-Nucleotide Polymorphisms) yang dinaungi Human Genome Organization (HUGO) telah meneliti 73 populasi etnik Asia di 10 negara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, India, Cina, Korea, Jepang, dan Taiwan) dengan total sekitar 2.000 sampel. Kesimpulan dari riset yang dilakukan selama 3 tahun tersebut dan telah dirilis di Jurnal Science pada 10 Desember 2009 berjudul “Mapping Human Genetic Diversity in Asia” adalah membantah kesimpulan yang menyatakan populasi di Nusantara berasal dari Taiwan.

Terlepas dari teka teki dan perselisihan pendapat dari mana asal usul kita yang paling akurat, dilansir dari situs sma-syarifhidayatullah.sch.id, sebuah penelitian pada 2018 silam yang dilakukan terhadap 3,700 individu dari 35 etnis berbeda di Nusantara, ditemui bahwa kita bangsa Austronesia umumnya, dan bangsa Nusantara khususnya memiliki kecocokan genetika. 

Serumpunkah Kita?

Dari semua uraian yang terlampir, bisa kita tarik kesimpulan bahwa jika kita mengacu pada penyebaran etnis Melayu, maka Malaysia tidak bisa dianggap serumpun dengan keseluruhan Indonesia dari Sabang sampai Merauke, melainkan hanya untuk Sumatra dan Kalimantan saja. Sedangkan dalam artian yang luas, kita semua bersatu di bawah keserumpunan atas nama bangsa Austronesia baik dari segi linguistik maupun genetika. Terlebih lagi, bangsa Indonesia dan Malaysia dalam sejarahnya telah memiliki hubungan harmonis yang sangat banyak, sehingga keserumpunan kita bukanlah satu-satunya alasan kita untuk menjaga perdamaian.

Akhir kata, marilah kita bersama-sama melestarikan budaya perdamaian dan persatuan di kalangan netizen Indonesia dan Malaysia. Meski untuk 100% mendamaikan itu agak mustahil karena yang namanya adik kakak pasti ada masanya kita bertengkar, tapi pada akhirnya tidak ada manfaat dari perpecahan itu, melainkan hal tersebut akan melemahkan bangsa kita. Sesuai ungkapan dalam pepatah Melayu ;

"Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Roboh"

Sekian penyampaian saya kepada saudara semua. Jika ada kesalahan maka mohon dimaafkan. Terima kasih.

Daftar Pustaka

Al-Jitrawiy, Izzuddin. 2019. Malacca Has Fallen: Keruntuhan Sebuah Empayar Agung. Petaling Jaya: Karya Publika.

Al-Asyi, Yusuf Al-Qardhaqy. 2020. The History Of Aceh: Mengenal Asal Usul Nama, Bahasa, dan Orang Aceh. Banda Aceh: Penerbit PeNA.

Jamal, Nornizam dkk. 2019. Kitab Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Patriots Publishing.

Srikandi. 2017. “Melayu dan Kelompok Besar Austronesia” dalam Membongkar Rahsia Dunia Melayu: Pribumi Asia Tenggara Menjawab Kekeliruan Sejarah, 3-23. Petaling Jaya: Hijjaz Records Publishing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Akulturasi Dayak, Melayu, dan Jawa Menjadi Urang Banjar

130 Tahun Pasang Surut Hubungan Aceh-Johor

Persaudaraan Aceh dengan Perak dan Pahang dalam Sejarah