Persaudaraan Aceh dengan Perak dan Pahang dalam Sejarah


Hubungan Sejarah Aceh-Perak-Pahang

Assalamu'alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh,

Apa yang saudara ketahui tentang sejarah Aceh? Tentu saja negeri, eh, maksudnya provinsi yang berada di hujung barat kepulauan Nusantara ini terkenal dengan jiwa anti penjajahan, serta pegangan terhadap Islam yang teguh. Tetapi sejarah sesebuah bangsa tidaklah selalu tentang keberhasilan dalam berperang dan membangun, melainkan terdapat juga riwayat hubungan diplomatis yang penting untuk kestabilan bangsa itu.

Sultan Aceh dan Sultan Perak Bersaudara

Perak merupakan antara negeri di Semenanjung Melayu yang berhasil ditakluki oleh Aceh yaitu pada tahun 1573. Penaklukan ini disebabkan oleh bantuan Perak, Johor dan Siak kepada Aru (Sumatra Timur) untuk mengusir pendudukan Aceh sebelumnya yaitu pada 1540 juga menjadi salah satu penyebabnya. Dari kekalahannya itu, ramai warga beserta sultannya yaitu Sultan Mansur Shah dengan keluarganya dibawa ke Aceh. Sebaliknya, ramai orang Aceh yang merantau ke Perak dan mendirikan perkampungan di pesisir barat Perak. Meski para warga Perak hadir sebagai tawanan perang, mereka mendapat sambutan yang sempurna serta diperlakukan dengan baik bak tamu kehormatan oleh sultan Aceh kala itu yaitu Sultan Ali Ri’ayat Shah.

Di Aceh, putra sultan Perak yaitu Raja Alauddin dinikahkan dengan putri sultan Aceh yaitu Raja Puteri. Beberapa waktu kemudian, Sultan Mansur Shah dikirim kembali ke Perak untuk memimpin kerajaannya sebagai vasal Kesultanan Aceh. Raja Alauddin kemudian menduduki tahta Aceh dan bergelar Sultan Alauddin Mansur Shah pada 1577. Di tahun yang sama, Sultan Mansur Shah wafat. Karena putranya telahpun menjadi sultan Aceh, maka baginda mengirimkan putranya yaitu Sultan Ahmad Tajuddin Shah untuk bertakhta di Perak. Sehingga untuk seketika waktu, kepemimpinan Aceh dipegang oleh orang Perak, dan sebaliknya, sultan Perak memiliki keturunan Aceh.

Perak dalam Naungan Aceh

Sebagai negara naungan Aceh, maka segala pemerintahan di Perak haruslah berjalan dengan seizin sultan Aceh. 34 tahun kemudian, muncullah sultan Aceh teragung sepanjang zaman yaitu Sultan Iskandar Muda. Baginda telah mengirim pasukannya untuk menyerang dan memperkuat pengaruh Aceh di Perak pada 1619 akibat dari penolakan Sultan Mukaddam Shah. untuk menikahkan putrinya dengan Sultan Iskandar Muda. Sesampainya di Aceh, sultan Perak telah wafat di sana sehingga Perak mengalami kekosongan pemerintahan. Warga Perak kemudian menobatkan saudara jauh sultan Perak yaitu Raja Bungsu yang dijemput dari Johor tanpa sepengetahuan dan seizin Aceh. Hal ini membuat sultan Aceh murka dan menurunkan takhta sultan Perak yang bergelar Sultan Mahmud Shah II itu di tahun 1627.Sultan Iskandar Muda kemudian mengangkat pewaris takhta Perak yang sah, yaitu Raja Yusof alias Raja Bongsu putra kepada Sultan Mukaddam Shah. Ketentuan Aceh ini tidak mendapat tentangan dari warga Perak, dan mereka patuh kepadanya.

Pernikahan Tanda Persaudaraan Aceh-Pahang

Pahang merupakan negeri kedua yang berhasil ditakluki oleh Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1617-1618 sesudah Johor. Banyak warga Semenanjung Melayu yang dibawa ke Aceh untuk menambahkan populasinya yang berkurang drastis. Kapten Best, wakil Belanda di Aceh mencatatkan bahwa kononnya cara Aceh memaksa mereka berpindah sangatlah tidak manusiawi seperti berjalan dalam keadaan bugil, sehingga beberapa dari mereka meninggal di jalan akibat kekurangan makanan. Pernyataan ini ditolak oleh sejarawan lokal Indonesia seperti Mohammad Djamil Yunus yang mengatakan bahwa meski berstatus sebagai tawanan perang, kehadiran mereka disambut baik sesampainya di Aceh. Sultan Iskandar Muda yang bersikap terbuka bahkan menyediakan mereka perkampungan untuk dihuni secara gratis. Namun pernyataan itu tidak menjelaskan apakah perjalanan tersebut benar-benar memakan korban jiwa atau tidak. Wallahua’lam…

Tidak hanya warga biasa, kerabat kerajaan Pahang turut dibawa ke Aceh. Salah satunya adalah putri raja Pahang yaitu Puteri Kamaliah. Sang putri kemudian dinikahkan dengan Sultan Iskandar Muda dan bergelar Putroë Phang. Sultan Iskandar yang sangat menyayangi istrinya itu membangunkannya sebuah taman dengan miniatur pegunungan bagi mengobati rasa rindu sang istri terhadap kampung halamannya yaitu Pahang, yang mana memiliki kondisi geografis berupa pegunungan. Puteri Kamaliah menjadi sangat bahagia apabila beliau dihadiahkan sebuah taman yang kemudian menjadi tempat bermainnya bersama para dayang kerajaan. Taman tersebut masih berdiri kokoh hingga saat ini dan menjadi salah satu objek wisata Banda Aceh.

Putra Raja Pahang Menjadi Sultan Aceh

Di sisi lain, sebagian penduduk Pahang masih menyimpan dendam atas tindakan Aceh menyerang wilayah mereka, sehingga mereka malah bekerjasama dengan Portugis saat Aceh kembali menyerang Melaka pada 1629. Hal ini menyebabkan Aceh mengalami kekalahan serta menjadi kurang giat dalam mengirimkan pasukannya. Beberapa tahun kemudian menyadari bahwa sikapnya yang tidak menyenangkan itu, Sultan Iskandar Muda menikahkan putrinya yang bernama Sri Ratu Safiatuddin Taj ul-Alam dengan putra sultan Pahang, Sultan Ahmad Shah II yaitu Raja Husein. Memandang bahawa baginda tidak memiliki putra sebagai pewaris takhta,  maka Sultan Iskandar Muda berwasiat agar kelak Raja Huseinlah yang menduduki tahta Aceh seterusnya sebelum baginda wafat di tahun 1636. Sebenarnya Sultan Iskandar Muda pernah mempunyai seorang putra kesayangan yang bernama Meurah Pupok, yang bahkan telah disiapkan untuk menggantikan takhta ayahnya. Namun suatu ketika sang putra dihukum mati oleh Sultan Iskandar Muda sebagai ayah kandungnya karena telah berzina. Sebagai gantinya, Raja Husein yang ditunjuk untu menjadi sultan Aceh yang berikutnya. Keputusan Sultan Iskandar Muda telah berhasil memulihkan hubungan Aceh-Pahang.

Saat menduduki takhta Aceh, Raja Husein digelar sebagai Sultan Iskandar Thani. Sepanjang masa pemerintahannya, baginda berhasil melanjutkan masa kejayaan Aceh Darussalam hingga kematiannya pada tahun 1641, yang telah dibangunkan oleh Sultan Iskandar Muda. Baginda juga merupakan seorang sultan yang saleh sebagaimana sultan-sultan Aceh sebelumnya dan sangat mencintai sosok Rasulullah ﷺ seperti yang dicatatkan oleh Syekh Nuruddin Ar-Raniri dalam Bustanus Salatin pada 1638. Memandang bahwa hubungan negeri Perak dan Pahang telah terikat melalui pengaruh Aceh, maka Sultan Iskandar Thani telah mengirim saudaranya yaitu Raja Sulong untuk menjadi sultan Perak dengan gelar Sultan Muzaffar Shah II. Ada sumber lain yang mengatakan bahwa Raja Sulong merupakan adik kandung Sultan Iskandar Thani sendiri. 

Poh paleh... Begitulah kisah persaudaraan antara Aceh, Perak dan Pahang, secuil daripada sejarah hubungan bangsa Aceh dengan bangsa Melayu yang amat luas. Meski Aceh terpisah dari Perak dan Pahang melalui pembentukan negara Indonesia dan Malaysia, namun dekatnya hubungan sejarah kita dengan pengamalan prinsip ukhuwah Islamiyyah telah menyebabkan sifat persaudaraan ini tetap bertahan hingga saat ini, dan Insya Allah sampai kapanpun. 

Daftar Pustaka

Andaya, Leonard Y. 2008. Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas. Terjemahan Aditya Pratama. Depok: Komunitas Bambu.

Effendi, Helmi dkk. 2019. Tokoh Agung Melayu. Kuala Lumpur: Patriots Publishing.

Jasbindar, Freddie Aziz. (2020, Maret 3). Sultan Muzaffar Shah II (Sultan Perak ke 10). Diakses pada 6 Maret 2023 melalui https://www.orangperak.com/sultan-muzaffar-shah-ii-sultan-perak-ke-10.html

Langgor, Tok Changkat. (2019, Februari 19). Sejarah Aceh Berkuasa Di Perak. Diakses pada 5 Maret 2023 melalui https://www.orangperak.com/sejarah-aceh-berkuasa-di-perak.html

Yusoff, Hasanuddin. (2020, Oktober 29). Cara Sultan Acheh Mencintai Baginda Rasulullah S.A.W. Diakses pada 4 Maret 2023 melalui https://www.thepatriots.asia/cara-sultan-acheh-mencintai-baginda-rasulullah-s-a-w/

____________________. 2018. Menjejak Hubungan Daulah Uthmaniyah & Kesultanan Melaka. Seremban: Penerbit Alami.

____________________. 2020. Raudhatus Salatin: Sultan-Sultan Soleh di Alam Melayu. Seremban: Penerbit Alami.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Akulturasi Dayak, Melayu, dan Jawa Menjadi Urang Banjar

130 Tahun Pasang Surut Hubungan Aceh-Johor